BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbincangan tentang “Pembangunan Berkelanjutan” atau “suistainable
development” sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru baik lihat secara
global maupun nasional. pembangunan berkelanjutan merupakan suatu
proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber
daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan.
Namun dalam pelaksanaannya masih belum dipahami dengan baik dan oleh
karenanya masih menunjukkan banyak kerancuan pada tingkat kebijakan dan
pengaturan dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi atau
pelaksanaanya. Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang berkelanjutan
mengandung pengertian sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan”
dimensi lingkungan, dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan
dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment)
tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan
memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66), menurut Sundari Rangkuti
Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar
pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (eco-development)
(Rangkuti,2000:27) Dilaksanakannya konferensi tersebut adalah sejalan dengan
keinginan dari PBB untuk menanggulangi dan memperbaiki kerusakan lingkungan
yang terjadi.
Bertepatan dengan di umumkannya “Strategi Pembangunan Internasional” bagi
“Dasawarsa Pembangunan Dunia ke–2 “(The Second UN Development Decade)
yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan untuk
meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta Internasional guna
menanggulangi “proses pemerosotan kualitas lingkungan hidup” agar dapat
diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup
manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No. 2657 (XXV) Tahun 1970
menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha
“melindungi dan mengembangkan kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkembang”
dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di
bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional, berikut skala
prioritasnya.
Amanat
inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi Stocholm
yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep “Pembangunan
Berkelanjutan. Pengeruh Konferensi Stocholm ini terhadap gerakan kesadaran
lingkungan tercermin dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap
masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang
lingkungan hidup, termasuk di Indonesia (Silalahi, 1992:20). Semua keputusan
Konferensi tersebut diatas, disyahkan oleh resolusi SU PBB No. 2997 (XXVII)
tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan Hidup
Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat
dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai
“a first step in developing international environment law”
(Silalahi,1992:20).
Bagi Indonesia konsep ini sebenarnya merupakan suatu konsep yang relatif
baru. Seminar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional (1972) dengan tema yang
sangat menarik “hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat
berkembang dengan baik, dan hanya dengan lingkungan akan berkembang ke arah
yang optimal” (Soemarwoto, 1983:xi) oleh Otto S. Dinilai sebagai suatu tonggak
sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. (Soemarwoto,
1983:1). Karena itu perbincangan tentang Pembangunan Berkelanjutan sudah
dibahas di Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, namun hingga
sekarang masih menjadi masalah yang belum dapat diwujudkan secara baik.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas sebuah makalah yg
berjudul “ PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA PELESTARIAN SDA” semoga bisa
bermanfaat.
1.2 Batasan
permasalahan
Berdasarkan uraian diatas
bahwasannya pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan
menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Adapun yang dikaji
didalam makalah ini adalah hubungan antara pembangunan berkelanjutan dengan
pelestarian SDA serta kebijakan-kebiijakan nya.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk memenuhi syarat dalam
perkuliahan dan juga sebagai pembelajaran bagi mahasiswa untuk dapat membuat
suatu hasil dari pemikiran dan dijadikan dalam bentuk makalah. Mungkin juga
dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya yang
berkaitan dengan mata kuliah Geografi Regional Indonesia II tentang “
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA PELESTARIAN SDA” . Mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pelestarian SDA.
Pembangunan berkelanjutan adalah
suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam,
sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan pembangunan.
Sedangkan pelestarian SDA adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan manusia
untuk menjaga dan melindungi hasil alam agar tidak habis.
Adapun
pengertian pembangunan berkelanjutan menurut para ahli :
1. Emil
Salim :
Yang
dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah
suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam
sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam
pembangunan (yayasan SPES,1992:3)
2. Ignas
Kleden :
Pembangunan berkelanjutan
di sini untuk sementara di definisikan sebagai jenis pembangunan yang di satu
pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia
secara optimal, dan di lain pihak serta pada saat yang sama memelihara
keseimbangan optimal di antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan
terhadap sumber daya tersebut (yayasan SPES, 1992:XV).
3. Sofyan
Effendi :
a. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
pemanfaatan sumber dayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya
dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat
memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat (Wibawa,1991:14).
b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan
sebagai transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik
untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya
pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memnuhi kepentingan
mereka) (Wibawa,1991:26).
2.2 Landasan Hukum Pembangunan Berkelenjutan Di
Indonesia
Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan
pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on the
human and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak hanya
memasukkan aspek lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara)
tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang membidangi lingkungan hidup,
sejak tahun 1973), aspek lingkungan hidup masuk dalam GBHN. Kemudian
pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan ke Repelita II dan berlangsung terus
dalam GBHN 1978 dengan penjabarannya dalam Repelita III.
Pada tahun 1998 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 2002 di ubah menjadi Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian pada 2003 dirubah
menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH). Kelembagaan ini mempunyai peranan
penting dalam memberi landasan lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di
negara kita. Pada tahun 1982 telah di Undangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982
(LN 1982 No. 12) tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup
secara terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan
pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang dinamakan
“pembangunan berwawasan lingkungan” Undang-Undang ini mempunyai arti penting
tersendiri, menurut Sundari Rangkuti UU LH mengadung berbagai konsepsi dari
pemikiran inovatif dibidang hukum lingkungan baik nasional maupun internasional
yang mempunyai implikasi terhadap pembinaan hukum lingkungan Indonesia,
sehingga perlu dikaji penyelesaiannya perundang-undangan lingkungan modern
sebagai sistem keterpaduan .
Dalam pasal 4 huruf d UU ini disebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan
lingkungan hidup adalah “terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan mendatang”. Mengenai pengertian pembangunan
bewawasan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa
“pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan
dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Penjelasan (TLN.3215)
menyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana
berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan
serta kemampuan sumber daya untuk menopang pembangunan secara berkesinambungan.
Ketentuan tersebut selain menggunakan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” juga menggunakan istilah
“pembangunan berkesinabungan” istilah yang disebutkan terakhir dapat juga
dijadikan pedoman istilah “sustainable
development” karena kata “berkesinabungan” dan “berkelanjutan “ dalam
bahasa Indonesia mempunyai makna yang sama.
Hal yang ditegaskan kembali dalam pasal 3 tentang asas
pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “pengelolaan
Lingkungan Hidup Berazaskan Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang serasi dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan
kesejahteraan manusia. Sedangkan penjelasannya mengataakan bahwa pengertian
pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi
dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, UU ini
mengandung pengertian bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalah
satu bagian dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 1 angka 13)
atau sebagai penunjang dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 3). Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982
dicabut dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang
pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU ini tidak lagi diadakan pembedaan antara
pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang berkesinambungan
seperti dikemukakan di atas akan tetapi UU ini menggunakan
istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan
Hidup. “ Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang
mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang berwawasan Lingkungan Hidup” seperti pada
pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk
mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.
Penegasan tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berkaitan erat dengan
pendayagunaan atau pelestarian SDA sebagai suatu asset mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Dalam pertimbangan berikutnya (huruf c)
ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi
selaras dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Dalam pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai penunjang terhadap pelaksanaan
pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam UU ini diperkenalkan
suatu rumusan tentang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup (pasal 1 butir 3). Disebutkan dalam ketentuan tersebut bahwa pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan masa depan. Selanjutnya dalam UU ini dibedakan antara
“asas keberlanjutan” sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup dan “pembangunan
berwawasan lingkungan hidup” sebagai suatu sistem pembangunan.
2.3 Peran Penduduk Dalam
Pembangunan Berkelanjutan
Penduduk atau masyarakat
merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan,
karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan
berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun
memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal
antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan yang semakin terbatas.
2.4
Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan
komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah
memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan
baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara
jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.
2.5 Prinsip
dasar pembangunan berkelanjutan meliputi :
Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan berkelanjutan,
maka perlu diperhatikan prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu hal
hal sebagai berikut:
- Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
- Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang. Hingga saat ini yangbanyak mendominasi pemikiran para pengambilkeputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat mendapatkanhasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan.Kondisi ini sering kali membuat keputusan yangtidak memperhitungkan akibat dan implikasi padajangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakanhutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telahmenjadi nett importir minyak tanpa pernah melakukanlangkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih dalamkondisi surplus energi), moda transportasi yang tidakberkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.
- Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
- Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi
2.6
Indikator pembangunan berkelanjutan
Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian :
1. berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi bumi.
Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain,
a.
memelihara (mempertahankan) integrasi tatanan
lingkungan, dan keanekaragaman hayati;
b.
memelihara integrasi tatanan lingkungan agar
sistem penunjang kehidupan bumi ini tetap terjamin;
c.
memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek
keanekaragaman genetika, keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan
lingkungan.
2.
berkelanjutan ekonomi, dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua hal utama, yakni : berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Berkelanjutan ekonomi
makro yakni menjamin ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi
melalui reformasi struktural dan nasional. Berkelanjutan ekonomi sektoral untuk
mencapainya sumber daya alam dimana nilai
ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible”
dalam rangka akunting ekonomi; koreksi terhadap harga barang dan jasa
perlu diintroduksikan. Secara prinsip harga sumber daya alam harus
merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah biaya lingkungan dan biaya
3. berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi:
a.
stabilitas penduduk,
b.
pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
c.
Mempertahankan keanekaragaman budaya dan
d.
mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam
pengambilan keputusan.
4. berkelanjutan
politik; tujuan yang akan dicapai adalah,
a. respek pada human rights, kebebasan individu dan sosial untuk
berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan
b. demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara transparan dan
bertanggung jawab.
5. berkelanjutan
pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan mengatasi
tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung
maupun tidak langsung yang dapat membahayakan integrasi, identitas,
kelangsungan bangsa dan negara.
2.7 Proses
pembangunan berkelanjutan
Menurut Surya T.
Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada
beberapa faktor,
- pertama, kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.
- Kedua, kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.
- Ketiga, faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal
2.8
Pokok – Pokok Kebijaksanaan.
Agar pembangunan memungkinkan
dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :
- pertama, pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
- Kedua, proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
- Ketiga, penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
- Keempat, pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.
- Kelima, pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.
- Keenam, pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup
- Ketujuh, pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
- Kedelapan, Pengembangan kerja sama luar negeri.
2. 9 Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan
Kota Berkelanjutan
Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma
pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang
nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas
bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi
sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya. Menurut Budimanta (2005),
bila kita membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka
akan terlihat kontras pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota
taman, Tokyo memiliki modal transportasi paling baik di dunia, serta Bangkok
sudah berhasil menata diri menuju keseimbangan baru ke arah kota dengan
menyediakan ruang yang lebih nyaman bagi warganya melalui perbaikan moda
transportasinya. Perbedaan terjadi karena Jakarta menerapkan cara pandang
pembangunan konvensional yang melihat pembangunan dalam konteks arsitektural,
partikulatif dalam konteks lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi
semata. Sedangkan ketiga kota lainnya menerapkan cara pandang pembangunan
berkelanjutan dalam berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota
yang lebih nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya. Menurut Budihardjo
(2005), rencana tata ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat
mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih
banyak masalah dan kendala dalam implementasinya dan menimbulkan berbagai
konflik kepentingan. Konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah
konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah (public sector),
pengusaha atau pengembang (private sector), profesional (expert),
ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan
segenap lapisan masyarakat. Konflik yang terjadi antara lain: antara sektor
formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan terjadi
konfl ik yang sangat tajam; proyek “urban renewal” sering diplesetkan
sebagai “urban removal”; fasilitas publik seperti taman kota harus
bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta
bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan
minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah
menjadi tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan
berkelanjutan cenderung dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah,
namun kenyataan yang terjadi malah bertolak belakang. Terkait dengan berbagai
konfl ik tersebut, maka beberapa usulan yang diajukan Budihardjo (2005) untuk
meningkatkan kualitas perencanaan ruang, antara lain:
- Orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah jangkapendek yang bersifat inkremental, dengan wawasan pada pelaksanaan atau action oriented plan.
- Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi (disinsentif) bagi berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan pada peraturan.
- Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model advocacy, participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral, sudah saatnya dilakukan secara konsekuendan konsisten.
- Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan para professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui berbagai forum pertemuan/diskusi/ceramah/publikasi, baik secara formal maupun informal.
- Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan alam dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efi sien.
Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan dalam
merencanakan dan membangun kota, agar kaidah a city as a social workof art dapat
terejawantahkan dalam wujud kota yang memiliki jati diri. Fenomena globalization
withlocal fl avour harus dikembangkan untuk menangkal penyeragaman wajah
kota dan tata ruang. Disamping enam usulan tersebut tentunya implementasi
indikator-indikator pembangunan berkelanjutan yang berpijak pada keseimbangan
pembangunan dalam sedikitnya 3 (tiga) pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan
dan sosial harus menjadi dasar pertimbangan sejak awal disusunnya suatu produk
rencana
2.10 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
Pertambahan jumlah penduduk memerlukan peningkatan bahan pangan papan dan
sandang demi kesejahteraan manusia. Untuk mewujudkan kesejahtreaan tersebut
dilakuakn pembangunan di segala sektor. Dengan peningkatan pembangunan maka
akan terjadi peningatan penggunaan sumber daya alam untuk mendukung
pembangunan. Dalam penggunaan SDA tadi hendaknya keseimbangan ekosistem
tetap dijaga dan dipelihara. Tetapi pembangunan seringkali berpengaruh nehatif
terhadap alam. Manusia seringkali mengadakan eksploitasi terhadap alam tanpa
memperhitungkan ketersedian dan keterbatasan SDA.
Pengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia
sudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain pasal 33 UUD
1945 yang merupakan ketentuan pokok juga kita mempunyai seperangkat
Undang-Undang yang mengatur tentang hal tersebut Undang-Undang No. 5 tahun 1960
tentang Ketentuan Pokok Agraria, Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang
ketentuan pokok Kehutanan, kemudian dicabut dan digantikan dengan Undang-undang
No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang no. 11 Tahun 1967 tentang
ketentuan pokok Pertambangan yang direncanakan akan diganti dalam waktu yang
segera, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, berikut seperangkat
ketentuan pelaksanaannya disamping peraturan Perundangundangan lingkungan yang
telah kita sebutkan diatas. Selain itu ditemukan pada seperangkat ketetapan MPR
yang mengatur tentang hal ini seperti TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang
pembaharuan Agraria dan Pengelolaan sumber daya alam. Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 sebagaimana telah dirubah dalam Tahun 2002 berbunyi selengkapnya :
1.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang mengenai pengelolaan
sumber daya alam adalah seperti apa yang disebutkan dalam ayat (3) yaitu
melingkupi “Bumi dan air dan kekayaan alam yangterkandung di dalamnya”.
Ketentuan ini kemudian diperluas
dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 dengan menambah unsur ruang angkasa
sehingga meliputi “ Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan
penegasan tentang dua hal yaitu:
1.
Memberikan kekuasaan kepada negara untuk “menguasai” bumi dan air serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sehingga negara mempunyai “Hak
Menguasai”. Hak ini adalah hak yang berfungsi dalam rangkaian hak-hak
penguasaan sumber daya alam di Indonesia.
2.
Membebaskan serta kewajiban kepada negara untuk mempergunakan sumber daya alam
yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menunjukkan kepada kita bahwa rakyatlah yang
harus menerima manfaat kemakmuran dari sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Secara singkat pasal ini memberikan hak kepada negara untuk mengatur dan
menggunakan sumber daya alam yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat
Indonesia,
juga membebankan suatu kewajiban kepada negara untuk menggunakan sumber daya
alam untuk kemakmuran rakyat, bilamana hal ini merupakan kewajiban negara, maka
pada sisi lain adalah merupakan hak bagi rakyat Indonesia untuk mendapat
kemakmuran melalui penggunaan sumber daya alam.
Pertanyaan yang muncul adalah rakyat Indonesia yang mana yang paling berhak
untuk mendapatkan kemakmuran dari sumber daya alam Indonesia? Pada dasarnya
seluruh rakyat Indonesia yang berdiam di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Indonesia pada tingkat atau lapisan manapun mempunyai hak yang sama untuk
menikmati kemakmuran tersebut, namun kalau kita membicarakan siapa yang lebih
diutamakan tentu saja masyarakat yang berada disekitar sumber daya alam itu
berada harus lebih diutamakan dari mereka yang bertempat tinggal jauh dari
sumber daya alam yang dimaksud. Hal ini ditegaskan antara lain dalam
pasal 3 ayat (1) Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tetang penyelenggaraan Otonomi
Daerah, pengaturan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan
serta perimbangan keuangan Pusat dan daerah dilaksanakan secara adil
untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa keseluruhannya. Dalam pasal ini
disebutkan lebih dahulu masyarakat daerah dari bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Mengisyaratkan kepada kita bahwa masyarakat setempat harus
diberikan prioritas haknya untuk menikmati kemakmuran dalam pemanfaatan sumber
daya alam ketimbang orang-orang yang jauh bertempat dari sumber daya alam
dimaksud. Hak ini telah diberi penekanan dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah sebagai reaksi dari apa yang selama ini dikenal hegemoni pusat.
Orang-orang yang ada di pusat lebih banyak menikmati kemakmuran dari pada
masyarakat daerah atau masyarakat setempat. Selain itu kemakmuran dalam rangka
pemanfaatan sumber daya alam bukan hanya sekedar menjadi hak dari generasi masa
kini saja. Anak cucu kita sebagai generasi mendatang juga mempunyai hak yang
sama untuk menikmati kemakmuran dari pemanfaatan sumber daya alam yang
tersedia. Karena itu kemakmuran yang ingin diwujudkan menurut Undang-Undang
Dasar adalah bersifat “transgeneration” dan oleh karenanya hak untuk mendapat
kemakmuran harus berkesinambungan atau berkelanjutan (sustainable). Karena hal
ini adalah sejalan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan . Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pengaturan tentang
pengelolaan sumber daya alam dimaksud diatur dalam Bab IV tentang wewenang
pengelolaan lingkungan hidup. Secara umum dalam pasal 1 angka 10 disebutkan
bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri
atas sumber daya manusia, sumber
daya alam baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan. Pasal 8
Undang-Undang ini menentukan:
1.
Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.
2.
Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pemerintah:
a) Mengatur
dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup.
b) Mengatur
penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan
pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika.
c) Mengatur
perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum lainnya
serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan,
termasuk sumber daya genetika.
d)
Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e)
Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai
peraturan Perundang-undangan yang berlaku
3. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Kemudian dalam pasal 9 ayat (3) pengelolaan lingkungan hidup wajib
dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam
non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konsensus sumber daya alam hayati
dan eksistensinya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang dikaitkan dengan
pembangunan yang berkelanjutan tampak dengan jelas dalam Undang- Undang No. 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pasal 3 dari Undang-Undang ini misalnya menentukan:
“Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan:
a) Menjamin keberadaan hutan dengan
luasnya yang cukup dan sebaran yang oporsional.
b)
Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi komunikasi, fungsi
lindung, dan fungsi produksi. Untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya
dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
c) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
d) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan
masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga
mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat
perubahan eksternal, dan
e) Menjamin distribusi manfaat yang
berkeadilan dan berkelanjutan.
Karena itu
Undang-Undang ini menganut prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau “sustainable
forest management” . Selanjutnya dapat disebutkan ada dua ketetapan MPR
yang membicarakan pengelolaan sumber daya alam yang di bukukan sejalan dengan
prinsip pembangunan yang berkelanjutan, pertama adalah Tap MPR No. IV/MPR/1999
tetang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004, walau arah
kebijakan-kebijakan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup
disebut:
1. Mengelola
sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi.
2.
Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan.
3.
Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan
pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang
diatur dengan Undang-Undang.
4.
Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan
yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta
penataan ruang yang pengusahaanya diatur dengan Undang-Undang.
5.
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan,
keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan
yang tidak dapat balik. Lima prinsip ini kemudian dijabarkan lebih jauh dalam
UU No. 25 Tahun 2000 (LN 2000: 206) tentang program pembangunan nasional
(Propenas).
Dalam
gambaran umum mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
ditegaskan bahwa peran pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber
daya alam harus dioptimalkan karena sumber daya alam sangat penting peranannya
terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak,
restribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil serta perlindungan dari bencana
ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah pendayagunaan secara bertahap wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam
dimaksud untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya
fungsi lingkungan. Ditegaskan lebih jauh dalam UU ini, dengan memperhatikan
permasalahan dengan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini,
kebijakan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya:
1. Mengelola
sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan
daya dukung dan daya tampungnya.
2.
Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari kerusakan sumber
daya alam dan pencemaran lingkungan .
3.
Mendelegasikan kewenangan dan tanggungjawab kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap.
4.
Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
global.
5.
Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
6.
Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan
konservasi baru di wilayah tertentu, dan
7.
Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Bilamana
kita teliti penggarisan tentang rencana pembangunan sebagaimana disebutkan
dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999 dan UU No. 25 Tahun 2000 khususnya yang berkenaan
dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup – menggambarkan telah
dimasukkannya perkembangan lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan nasional,
sehingga cukup beralasan bahwa di Indonesia, pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup telah dilaksanakan walaupun mungkin baru sebatas
dalam aturan hukum.
Ketetapan
kedua yang perlu mendapat perhatian adalah Tap MPR/IX/2001 tentang pembaharuan Agraria
dan pengelolaan Sumber daya alam pasal 3
ketetapan
ini menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan,
lautan dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah
lingkungan. Kemudian dalam pasal 4 ditentukan bahwa pembaharuan agraria dan
pengelolaan sumber daya harus dilaksanakan
sesuai
dengan prinsip-prinsip:
a) Memelihara
dan mempertahankan keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia.
b)
Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
c)
Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman
dalam
unifikasi hukum.
d)
Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya
manusia
Indonesia
e)
Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi
partisipasi rakyat.
f) Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan
gender dalam penguasaan,
2.11 Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan
Dan Pelestarian Sumber
Daya Alam Di
Indonesia
Uraian di atas menunjukkan kita bahwa secara umum kita sudah mempunyai
landasan formal yang cukup untuk melaksanakan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan dalam pelakanaan pembangunan nasional di negeri kita. mengenai
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup Tap IV/MPR/1999 tentang GBHN
tahun 1999-2004 menentukan : konsep pembangunan berkelanjutan telah diletakkan
sebagai kebijakan, namun dalam pengalaman praktek selama ini, justru terjadi
pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat perusakan
lingkungan yang mengganggu pelestarian alam; ungkapan ini menunjukkan adanya
pengakuan dari lembaga tertinggi negara kita tentang masih belum terlaksananya
pembangunan yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian” Hal senada dapat juga dilihat dalam konsideran Tap IX/MPR/2001
yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya agraria/ sumber daya alam yang
berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan,
ketimpangan strukutur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya
serta menimbulkan berbagai konflik. Kemudian disebutkan pula bahwa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria atau
sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.
Persoalan ini bukan hanya dihadapi di Indonesia akan tetapi juga berlaku
secara global dan proses globalisasi itu sendirilah sebenarnya yang memperlemah
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, seperti yang dikatakan oleh Martin Khor
bahwa dalam penjelasanya, proses globalisasi telah semakin mendapat kekuatan,
dan proses tersebut telah dan akan semakin menenggelamkan agenda pembangunan
yang berkelanjutan (Khor, 2002 :56).
Dalam tulisannya, Sonny keraf menyebutkan ada dua penyebab kegagalan
penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menurut pendapatnya
: salah satu sebab dari kegagalan mengimplementasikan paradigma tersebut
adalah, paradigma tersebut kurang dipahami sebagai memuat prinsip-prinsip kerja
yang menentukan dan menjiwai seluruh proses pembangunan. Paradigma ini tidak
dipahami sebagai bentuk prinsip pokok politik pembangunan itu sendiri. Pada
akhir cita-cita yang dituju dan ingin diwujudkan dibalik paradigma tersebut
tidak tercapai. Karena, prinsip politik pembangunan yang seharusnya menuntut
pemerintah dan semua pihak lainnya dalam rancang dan mengimplementasikan
pembangunan tidak dipatuhi, dengan kata lain paradigma pembangunan
berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah
komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan dengan itu, paradigma
pembangunan berkelanjutan bukti sebuah konsep tentang pembangunan lingkungan
hidup. Paradigma pembangunan berkelanjutan juga bukan tentang pembangunan
ekonomi. Ini sebuah etika politik pembangunan mengenai pembangunan secara
keseluruhan dan bagaimana pembangunan itu seharusnya dijalankan. Dalam arti
ini, selama paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut tidak dipahami, atau
dipahami secara luas, cita-cita moral yang terkandung di dalamnya tidak akan
terwujud (Keraf, 2002 : 176).
Alasan kedua, menurut Sonny Keraf mengapa
paradigma itu tidak jalan, khususnya mengapa krisis ekologi tetap saja terjadi,
karena paradigma tersebut kembali menegaskan ideologi developmentalisme. Apa
yang dicapai di KTT Bumi di Rio de Janeiro sepuluh tahun lalu, tidak lain
adalah sebuah kompromi mengusulkan kembali pembangunan, dengan fokus utama
berupa pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir ini, tidak
banyak perubahan yang dialami semua negara di dunia dalam rangka mengoreksi
pembangunan ekonominya yang tetap saja sama, yaitu penguasaan dan eksploitasi
sumber daya alam dengan segala dampak negatifnya bagi lingkungan hidup, baik
kerusakan sumber daya alam maupun pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002
:167-168).
Sekalipun pembangunan berkelanjutan berada pada suatu titik terendah,
menurut Martin Khor, namun muncul juga tanda kebangkitannya kembali sebagai
suatu paradigma. Keterbatasan dan kegagalan globalisasi telah menyebabkan
munculnya reaksi negatif dari sebagian masyarakat yang pada akhirnya mungkin
akan berdampak pada terjadinya perubahan sejumlah kebijakan. Dengan munculnya
kekuatan pro pembangunan berkelanjutan dalam pemerintahan di negara-negara
sedang berkembang (NSB) mereka menjadi lebih sadar akan hak-hak dan tanggungjawab
untuk meralat berbagai persoalan yang ada pada saat ini termasuk mengubah
sejumlah peraturan dalam WTO. World Summit On Sustainable Development - WSSD
(Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan) memberikan kesempatan yang
bagus untuk memusatkan kembali perhatian masyarakat maupun upaya-upaya
pemantapan, bukan semata-mata mengenai persoalan itu, melainkan juga kebutuhan
untuk menggeser paradigma-paradigma (Khor, 2003 : 6). Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia patut di catat penilaian
dari D. Pearce & G Atkinson dalam tulisanya “A Measure of Sustainable
Development” (Ecodecision, 1993 : 65) sebagaimana dikutip oleh Soerjani,.
Dua penulis ini menilai pembangunan Indonesia dinilai masih belum sustainable. Hal
ini dengan alasan bahwa depresiasi sumber daya alam Indonesia besarnya adalah
17% dari GDB, sedangkan invesmennya hanya 15 %. Pembangunan itu baru dinilai
sustainable dalam memanfaatkan sumber daya alam itu melalui rekayasa teknologi
dan seni, sehingga kalau yang kita konsumsi nilai tambahnya, sangat mungkin
dapat ditabung untuk invesment senilai 17% atau bahkan lebih. Jadi jelas bahwa
kemampuan sumber daya manusia untuk memberi “nilai tambah” sumber daya
pendukung pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
merupakan kunci apakah pembangunan yang dilaksanakan itu “sustainable”
berkelanjutan, berkesinambungan atau tidak (Soerjani,1997 :66-67).
Cara-cara
pengelolaan SDA
a.
Pengelolaan
sumber daya alam berwawasan lingungan
Pengelolaan sumber daya
alam berwawasan lingkungan adalah usaha sadar untuk mengelola sumber daya alam
sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian suatu lokasi dengan potensi
produktivitas lingkungannya. Pengelolaan SDA berwawasan lingkungan bertujuan
untuk melestarikan sumber daya alam agar lingkungan tidak cepat rusak. Selain
itu bertujuan untuk menghindarkan manusia dari bencana lingkungan seperti
banjir, longsor, pencemaran lingkungan dan berkurangnya keragaman flora dan
fauna. Pelestarian lingkungan harus senantiasa dijaga agar terjadi keseimbangan
lingkungan, keselarasan , keseimbangan lingkungandsan mempertahankan daya
dukung lingkungan serta memberikan manfaat secara tetap dari waktu ke waktu.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan :
1. Menggunakan
pupuk alami atau organik
2. Penggunaan
pestisida sesuai kebutuhan
3. Penggunaan
peralatan yang tepat dalam pembukaan tanah agar top soil tidak hilang
4. Tidak
membuang zat pencemar dan beracun kedalam air, sungai dan laut
5. Setiap
pabrik industri harus membuat cerobong asap yang tinggi dan melakukan
penyaringan asap.
6. Tidak
membangun perumahan atau industri diwilayah resapan air.
b. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
pengelolaan sumber daya lama berkelanjtan adalah
uaya sadar dan berencana mennggunakan dan mengelola sumber daya alamsecara
bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dimasa sekarang dan dimasa
depan. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan pada dua
prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat diperbaharui memiliki
persediaan yang terbatas sehingga harus dijaga ketersediaanya dan digunakan
secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat
maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potenis sumber daya
alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
1. Mengurangi
ekploitasi berlebihan terhadap alam
2. Menggunakan
SDA secara efisien
3. Pemanfaatn
SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4. Pengelolaan
barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai jual yang tinggi dan
mengurangi pengunana barang tambang
5. Pengelolaan
SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA dengan biaya
yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan. Ekofiensi
mempunyai 2 prinsip yaitu prinsip mengoptimalkan daya dukung lingkungan
dan prinsip meningkatkan efiensi bahan baku.
Contohnya , menghemat penggunaan
air, menghemat penggunaan listrik dll
Pelestarian SDA
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan yang harus dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut tidak boleh
dengan seenaknya. Jika saat ini kita dengan seenaknya menggunakan, maka
suatu saat kita akan menemui masalah. Manusia akan kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam yang dapat diperbarui pun, jika
pemanfaatannya dengan seenaknya, lama kelamaan juga akan punah. Untuk itu
usaha pelestarian sumber daya alam harus senantiasa dilakukan. Cara
pelestarian sumber daya alam antara lain sebagai berikut:
1. Sumber
daya alam biologis (hewan liar)
Sumber daya
alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah dibudidayakan.
Termasuk sumber daya alam satwa liar adalah penghuni hutan. Penhuni padang
rumput, penhuni padang ilalang, penghuni padang stepa, dan penghuni sayana
misalnya harimau, gajah, kera, ular, babi hutan, bermacam-macam burung,
serangga dan lainnya.
Untuk
menjaga kelestarian hewan langka maka penagkapan hewan-hewan dan juga perburuan
haruslah menaati pertaturan tertentu seperti berikut :
1. Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu)
2. Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya
1. Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu)
2. Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya
3.
Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan
f) Ada hewan
yang boleh ditangkap hanya pada bulan –bulan tertentu saja. Misalnya ikan
salmon, pada musim berbbiak di sungai tidak boleh ditangkap atau kura-kura pada
musim akan bertelur
2. Sumber
daya alama (lahan)
Lahan sebagai suatu kesatuan dari sejumlah SDA yang tetap dan terbatas
dapat mengalami kerusakan dan atau penurunan produktivitas sumber daya alam
tersebut (jamulya,1991;1). Upaya pelestarian Pemanfaatan lahan potensial perlu
diimbangi dengan pembangunan lingkungan hidupnya berupa pemeliharaan dan
perlindungan terhadap tanah, tumbuhan,hewan,air dan lain-lain agar memiliki
daya guna. Pemeliharaan dan perlindungan itu antara lain sebagai berikut :
1. penanaman
kembali lahan-lahan yang gundul. Upaya ini bertuuan untuk memelihara kesuburan
tanah dari ancaman adanya erosi dan longsor
2. peremaian
hutan
3. pembuatan
terasering bertujuan untuk pencegahan erosi
4. pembatasan
lahan untuk pertanian yaitu hanya pada lereng-lereng yang memiliki kecuraman
dari 45 derajat. Lereng yg berkecuraman lebih dari 45 derajat apalagi
bila vegetasinya kurang maka potensi untuk timbulnya erosi sangat besar.
5. Pembuatan
saluran pembuangan air menurut konturnya
6. Penanaman
pohin-pohon pelindung
7. Teknis
penanaman dengan sistem kontur
8. Penanaman
lahan dengan sistem tupang sari
Sumber daya air
merupakan kebutuhan mutlak setiap manusia. Setiap manusia membutuhkan air
yang bersih. Air yang bersih dan bebas polusi juga dibutuhkan oleh hewan
dan tumbuhan. Pelestarian sumber daya air dapat dilakukan antara lain
dengan cara tidak membuang sampah di sembarang tempat, menanam banyak
pohon dan hemat air.
Tanah yang subur
bermanfaat bagi makhluk hidup. Manusia makan berbagai jenis hewan. Hewan
memakan tumbuhan. Tumbuhan bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang subur.
Berarti secara langsung maupun tidak semua makhluk membutuhkan tanah yang
subur. Tanah yang subur memiliki lapisan yang disebut humus. Humus
terletak pada lapisan tanah yang paling atas. Humus akan hilang bila
terkikis oleh air. Penanaman pohon-pohon dapat mencegah terkikisnya humus.
Tanah juga bisa menjadi tidak subur jika terkena polusi. Penyebab polusi
tanah adalah bahan-bahan beracun seperti sabun dan limbah pabrik.
Pelestarian hutan dapat kita lakukan
dengan berbagai cara. Cara atau usaha melestarikan sumber daya alam dapat kita
lakukan dengan langkah -langkah berikut :
1. Reboisasi,penghijauan
dan rehabilitasi hutan. Reboisasi merupakan cara pelestarian sumber daya alam
dengan cara melakukan penanaman kembali hutan-hutan yang sudah gundul.
Reboisasi ini merupakan cara yang berskala besar. Penghijauan adalah
pelestarian sumber daya alam berselaka kecil yaitu usaha penanaman tanah milik
penduduk dengan tanaman budi daya. Sedangkan Rehabilitasi hutan adalah cara
atau usaha perbaikan hutan dengan cara mengganti tanaman yang sudah rusak
,mati, dan tua.
2. Pengawetan
tanah guna mempertahankan kesuburan. Kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan
cara memberi pupuk untuk menambah unsur hara di dalam tanah sesuai petunjuk
yang benar agar tidak menimbulkan pencemaran.Cara berikutnya dapat kita lakukan
dengan cara membuat pematang,parit atau terasering pada tanah yang letaknya
miring gunanya untuk mencegah erosi.
3.Pengawetan tanah juga perfungsi untuk menyimpan air.
Hal ini dilakukan untuk mencegah atau menghilangnya air dari dalam tanah akibat
penguapan atau mengalir jauh ke bawah tanah dan mengalir ke tempat lain atau
terbuang percuma. Cara ini dilakukan dengan mengusahakan agar permukaan tanah
selalu tertutup oleh tanaman penutup , untuk mengurangi kerusakan tanah. selain
itu dapat dilakukan dengan cara menanam pohon-pohon besar agar pohon -pohon ini
dapat menahan air, sehingga tidak meresap jauh ke dalam tanah atau mengalir ke
tempat lain.
4. Pengolah
Daerah Aliran sungai ( DAS).
DAS merupakan langkah pengaturan air sungai untuk
keperluan pertanian. Kalau langkah ini tidak dilakukan jelas air sungai
mengalir percuma dan tidak dimanfaat. Pengaturan Daerah aliran sungai sejak
dahulu telah dilakukan oleh Masyarakat Propinsi Bali dengan istilah SUBAK.
Langkah ini juga merupakan usaha pelestarian sumber daya alam.
5. Penertiban pembuangan
sampah. Penertiban pembuangan sampah dilakukan untuk mencegah agar penduduk
tidak membuang sampah sembarang. Jika sampah dibuang ke sungai jelas akan
menimbulkan pencemaran air belum lagi bau busuk menyengat jika sampahnya
tertimbun di muara sungai. Maka pemerintah menghimbau agar penduduk jika
mempunyai sampah keluarga hendak disortir dulu mana patut dibakar agar hasil
pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk dan mana yang bisa diolah
kembali.Sehingga produk sampah ada dua yaitu sampah organik dan non organik.
6.Penertiban pembuangan limbah industri. Semua pabrik
yang aktif memproduksi suatu produk jelas menghasilkan hasil sampingan berupa
limbah. Nah limbah ini seyogyanya diolah kembali agar bisa bermanfaat. Jika
limbah tersebut banyak mengandung racun maka langkah yang harus dilakukan
dengan cara menetralisir racunnya dahulu baru dibuang. Penetralisiran racun
tersebut untuk menghindari pencemaran.
7. Usaha Pelestarian Mineral Logam
Mineral logam banyak dimanfaatkan untuk membuat
perhiasan, kabel, kaleng, alat-alat otomotif, sepeda dan lain sebagainya.
Logam merupakan bahan yang sulit diuraikan tanah. Sehingga barang-barang
yang berasal dari logam jika dibuang dapat menjadi polusi tanah dan air.
Mineral logam juga merupakan bahan yang tidak dapat diperbarui. Sehingga
pelestarian logam dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang
bekas. Mendaur ulang barang bekas bisa dengan meleburnya kembali.
Atau membuat kreasi baru dari barang bekas menjadi barang lain
yang bermanfaat.
8. Usaha Pelestarian Sumber Daya Energi
Sumber daya energi merupakan sumber daya yang
menghasilkan tenaga. Sumber daya energi seperti minyak bumi, gas alam dan
batubara merupakan sumber daya penting bagi kita. Sumber daya energi
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan listrik. Sumber daya
energi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Artinya
suatu saat bisa habis. Pelestarian sumber daya energi dapat dilakukan
dengan cara berhemat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masa depan kehidupan bangsa dan negara akan banyak sekali ditentukan oleh
berbagai pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pada saat ini. Apalagi
pemerintah juga cenderung semakin liberal dalam melaksanakan kebijakannya.
Sementara itu tuntutan untuk membangun secara berkelanjutan juga semakin
meningkat selaras dengan semakin besarnya ongkos yang harus kita pikul dengan
semakin rusaknya lingkungan hidup, yang dapat dilihat dengan semakin banyaknya
bencana alam yang merenggut banyak nyawa dan material akhir-akhir ini. Oleh
karena itu Indonesia tidak lagi dapat mengabaikan pelestarian lingkungan
hidupnya. Trade off antara mengedepankan kepentingan jangka pendek (kepentingan
generasi sekarang) dengan kepentingan jangka panjang (kepentingan anak cucu
kita) harus segera diambil keputusannya. Sudah saatnya kita hidup bukan hanya
untuk kepentingan jangka pendek, namun harus memperhatikan kepentingan generasi
mendatang yang akan hidup di Indonesia. Oleh karena itu harus ada perubahan
paradigma dalam pengelolaan SDA agar supaya keputusan apapun yang diambil akan
menggunakan perspektif jangka panjang, mengedepankan pembangunan yang
berkelanjutan. Oleh karena itu dalam pembuatan kebijakan harus lah menjaga
lingkungan hidup serta mempertimbangan aspek sosial masyarakat, Untuk itulah
Indonesia sudah saatnya menyusun program pembangunan berkelanjutan secara
terintegral agar supaya lebih efektif dalam menjaga lingkungan hidup kita.
Namun demikian kebijakan dengan program yang baguspun tidaklah dapat menjamin
keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Banyak bukti menunjukkan bahwa
tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah implementasi dari
kebijakan yang diambil. Oleh karena itulah perlu disiapkan suatu environment
agar tujuan pembangunan berkelanjutan berhasil. Dalam hal ini kebijakan ataupun
program tersebut mesti mempertimbangkan baik dari sisi teknis, legal, fiskal,
administrasi, politik, etik dan budaya agar mudah diimplementasikan.
3.2 Saran
Informasi mengenai pembangunan berkelanjutan khususnya berwawasan pelestarian SDA dapat dicari di buku-buku yang relevan dan untuk mempercepat kami mahasiswa
untuk mendapatkan referensi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.shvoong.com/how-to/writing/2200863-bagaimana-usaha-usaha-kita-dala
/#ixzz1u5rs7dpO
http://www.kaskus.us/showthread.php?p=491208601
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=123
Cooper, Phillip J. Dan Vargas, Claudia M., Implementing Sustainable Development from Global
Policy to Local Action, Rowman & Littlefield Publisher Inc., UK, 2004
http://www.kaskus.us/showthread.php?p=491208601
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=123
Cooper, Phillip J. Dan Vargas, Claudia M., Implementing Sustainable Development from Global
Policy to Local Action, Rowman & Littlefield Publisher Inc., UK, 2004
Komentar
Posting Komentar