BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekuasaan yang ada saat ini
tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu. Hadirnya penguasa ataupun
para oposan tidak serta merta muncul tanpa proses politik. Mereka muncul
setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat political
struggle (pertarungan politik), ideology diffuses (pembauran
ideologi), international conspiracy (konspirasi internasional), serta
aksi-aksi politik lainnya. Hingga akhirnya seperti layaknya hukum barbar, siapa
yang kuat maka merekalah yang bertahan. Gambaran perpolitikan di Indonesia saat
ini tidak lepas dari peran dan fungsi partai politik dan masyarakat sendiri
sebagai pelaku politik.
Partai politik dalam
hubungannya dengan sistem sosial politik memainkan berbagai fungsi, salah
satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi
politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan
artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam
hubungannya dalam kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum
atau pemilu, apabila melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah
dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak
lagi membawa aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai
kendaraan politik yang dipakai oknum-oknum tertentu. Terlebih jumlah partai
selama ini sangat fluktuatif dan tidak jarang membingungkan masyarakat awam.
Pada periode awal kemerdekaan,
partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga
negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga
calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem
multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966.
Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu
1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi
yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI.
Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya
saja.
Grafik 1. Jumlah Partai Peserta
Pemilu Tahun 1955—2009
Tidak jarang banyaknya partai
politik yang membingungkan masyarakat dan adanya partai tidak lagi memiliki
fungsi seperti yang mereka harapkan membuat masyarakat menjadi kurang motivasi
untuk berperan sebagai pemilih dalam pemilu dan cenderung menjadi golput
(golongan putih) yang menolak memilih.
Dalam setiap Pemilu, masalah
Gongan Putih (Golput) sering menjadi wacana yang hangat dan krusial. Meski
tidak terlalu signifikan, tetapi ada kecenderungan atau trend peningkatan
jumlah Golput dalam setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah jumlah terbesar di
hampir setiap pemilihan di gelar.
Hasil survei dari LSI (Lembaga
Survei Indonesia) merata-ratakan total partisipasi politik rakyat dalam Pilkada
sekitar 60 persen atau dengan kata lain rata-rata jumlah Golput mencapai 40
persen.
Sejatinya Golput adalah
fenomena yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap pemilihan umum di manapun
itu, tidak terkecuali di Amerika Serikat. Hanya saja, tentunya hal ini di
batasi oleh jumlahnya. Di hampir setiap pemilihan, jumlah Golput akan di anggap
sehat jika jumlah Golput dalam kitaran 30 persen, meski banyak pemilihan jumlah
Golputnya melampaui titik itu, mencapai kitaran 40 persen.
Bagi sebagian kalangan, jumlah
ini dinilai normal dalam penerapan sistem demokrasi di sebuah Negara. Karena
adalah mustahil untuk meningkatkan partisipasi politik rakyat dalam Pemilu
mencapai 100 persen. Begitupun, besar kecilnya jumlah Golput akan sangat
tergantung dan maksimal tidaknya upaya yang dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengajukan beberapa
perumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana partisipasi politik masyarakat saat ini?
2. Bagimana fungsi partai politik dapat menjadi daya tarik bagi
masyarakat untuk mengikuti Pemilu khususnya sebagai pemilih?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Menyampaikan gambaran partisipasi masyarakat dalam
Pemilu.
2.
Menyampaikan gagasan fungsi politik yang masih menjadi
daya tarik bagi masyarakat.
3.
Memberikan saran agar masyarakat mau berpartisipasi dalam
pemilu.
Karya tulis ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi pemerintah, sebagai
masukan dalam merumuskan kebijakan mengenai pemilu dan partai politik;
2. Bagi partai politik, sebagai
referensi dan masukan mengenai bagaimana memaksimalkan fungsi-fungsi partai dan
memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu;
3. Bagi masyarakat, sebagai
wacana dan motivasi dalam mempersiapkan diri menjadi pemilih dalam Pemilu 2014;
4. Bagi
mahasiswa, sebagai referensi dalam proses pembelajaran.
1.4 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah: pertama,
melakukan perumusan masalah dengan menemukan dan mengembangkan indikator
masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah dilakukan dengan menelusuri
objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau oleh kemampuan pengetahuan
penulis.
Kedua, mencari data dan
informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan studi literatur
dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis. Informasi yang
digunakan penulis diterbitkan oleh lembaga yang kredibel dan terpercaya.
Ketiga, melakukan sitesa berupa
naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh. Keempat, melakukan
pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima, membuat kesimpulan dan
memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.
BAB II
TELAAH
PUSTAKA
2.1 Politik
Menurut Miriam Budiarjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai
apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara
beberapa alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang
telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu tentu diperlukan
kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan atau alokasi dari
sumber-sumber resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu,
perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina
kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan
kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang.
Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai
politik dan kegiatan individu.
Menurut Inu Kencana Syafiie, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah”
atau dalam bahasa Inggris “politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana.
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik
galibnya adalah membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara
sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam
keadaan bergerak. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas,
sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara, serta bentuk dan tujuan Negara,
disamping menyelidiki hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok kepentingan,
elit politik, pendapat umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
Menurut Arifin Rahman kata politik berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah
kota yang berstatus Negara/Negara kota. Segala aktivitas yang dijalankan oleh
polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian
ia juga berpendapat politik ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan
menyelenggarakan keperluan maupun kepentingan bangsa dan Negara.
2.2 Partai Politik
Sebelum menelusuri tentang partai politik, terlebih dahulu akan dijelaskan
beberapa pengertian dasar yang terkait dengan konsep tersebut antara lain
partai dan politik. Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu
Politik mengemukakan definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu” (Budiardjo, 2002). Berdasarkan definisi di tersebut, dapat
dikemukakan politik merupakan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu negara
dalam mencapai dan melaksanakan tujuan yang telah dibuat. Kegiatan tersebut
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu negara dan melaksanakan
tujuan-tujuan tersebut.
Menurut Karl W. Deutsch definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah
pengambilan keputusan melalui sarana umum” (Deutsch dalam Budiardjo, 2002).
Maksud dari definisi di atas politik merupakan pengambilan keputusan yang
dilakukan suatu negara melalui sarana umum, sarana umum yaitu menyangkut
tindakan umum atau nilai nilai. Menurut Miriam Budiardjo, definisi partai
politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah suatu
kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai
dan cita-cita sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan
politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan
mereka” (Budiardjo dalam Sumarno, 2006).
Berdasarkan definisi di atas partai politik pada umumnya terwujud berdasarkan
persamaan kehendak atau cita-cita yang akan dicapai bersama. Kehadiran partai
politik dalam kegiatan partisipasi politik memberi warna tersendiri, hal ini
berdasar pada fungsi yang melekat pada partai politik tersebut.
2.2. Fungsi Partai Politik
Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan
dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan
fungsi-fungsi tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama
partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan
program-program berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut
terdapat beberapa fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan
oleh Ramlan Surbakti, 2002 yaitu:
- Fungsi rekrutmen politik.
- Fungsi partisipasi politik.
- Fungsi pemadu kepentingan.
- Fungsi komunikasi politik.
- Fungsi pengendali konflik.
- Fungsi kontrol politik.
Sementara itu menurut Budiardjo, 2002 fungsi partai politik mencakup
1. sarana komunikasi politik
2. sosialisasi politik (political
socialization)
3. sarana rekruitmen politik (political
recruitment)
4. pengatur konflik (conflict
management).
Partai politik memiliki sejumlah fungsi dalam mencari dan mempertahankan
kekuasaan politik dalam suatu negara. Fungsi partai politik satu sama lainnya
memiliki kaitan dalam kelangsungan hidup politik partai. Penjelasan hasil studi
tentang fungsi partai politik selama ini masih belum final, walaupun beberapa
ahli politik telah mengasumsikan fungsi partai politik ke dalam tujuh fungsi
utama, selain daripada untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan politik
secara konstitusional. Dalam fungsi partai menurut Surbakti, 2002 ini penulis
mengambil fungsi ke-2 yaitu partisipasi politik dan dalam fungsi partai menurut
Budihardjo penulis mengambil fungsi sosialisasi politik di mana hal tersebut
berkaitan dengan judul yang diambil.
2.3 Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan faktor terpenting dalam suatu pengambilan
keputusan, karena tanpa partisipasi politik keputusan yang dibuat oleh
pemerintah tidak akan berjalan dengan baik. Sebelum menguraikan pengertian
partisipasi politik, maka penulis menguraikan terlebih dahulu definisi
partisipasi, bahwa:
“Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi.
Asumsi yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu
tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan
politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak ikut
serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992).
Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi itu sikap
individu atau kelompok atau organisasi warga masyarakat yang terlibat atau ikut
serta dalam pencapaian tujuan dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong
individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi,
serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama” (Syafiie,
2001).
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu dalam
situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong
individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
organisasinya yaitu partai politik.
Sedangkan pengertian partisipasi politik didefinisikan
sebagai berikut:
“Kegiatan warganegara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi
pengambilan
keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan
Nelson, 1994).
Maksud dari definisi di atas, kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang
tidak terikat, tujuannya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah.
Selanjutnya definisi partisipasi politik yang ada
dalam buku berjudul “Pengantar Sosiologi Politik” sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam
tingkatan di dalam sistem politik” (Rush dan Althoff, 1997.
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi politik merupakan keterlibatan
individu dalam suatu oerganisasi partai politik. Keterlibatan tersebut dibagi
dalam macam-macam tingkatan.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik”
didefinisikan sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981).
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota
suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting)
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen
2.4 Dimensi Partisipasi Politik
Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James Rosenau
yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Komunikasi
Politik Khalayak dan Efek antara lain:
(1) Gaya
partisipasi
(2) Motif
partisipasi
(3) Konsekuensi
partisipasi seorang dalam politik
( Rakhmat: 2000)
2.4.1
Gaya partisipasi
Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukan
sesuatu kegiatan. Seperti gaya pembicaraan politik (antara singkat dan bertele-tele),
gaya umum partisipasi pun bervariasi. Adapun yang termasuk dalam gaya
partisipasi sebagai berikut:
a. Langsung/wakilan,
Orang yang melibatkan diri sendiri (actual) dengan hubungan yang dilakukan terus-menerus
dengan figur politik dengan cara menelepon, mengirim surat, dan mengunjungi
kantor pemerintah. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama
mereka, misalnya mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintah yang
belum pernah dilihat atau ditemuinya
b. Kentara/tak kentara,
Seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan
diperolehnya keuntungan material (seperti jika mendukung seorang kandidat
politik dengan imbalan diangkat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan).
c. Individual/kolektif
Bahwa tekanan dalam sosialisasi masa kanak-kanak, terutama dalam
kelas-kelas pertama sekolah dasar, adalah pada gaya partisipasi individual
(memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, dsb). Bukan pada memasuki
kelompok terorganisasi atau pada demontrasi untuk memberikan tekanan kolektif
kepada pembuatan kebijakan.
d. Sistematik/acak
Beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu,
mereka bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan perhitungan,
pikiran, perasaan, dan usul mereka utnuk melakukan sesuatu bersifat konsisten,
tidak berkontradisi, dan tindakan mereka kesinambungan dan teguh, bukan
sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah-ubah.
e. Terbuka/Tersembunyi
Orang yang mengungkapkan opini politik dengan terang-terangan dan tanpa ragu-ragu,
dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya,
bergaya partisipasi terbuka.
f. Berkomitmen/ Tak berkomitmen
Warga negara berbeda-beda dalam intensitas partisipasi politiknya. Orang yang
sangat mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak dengan
semangat dan antusias; ciri yang tidak terdapat pada orang yang memandang
pemilihan umum hanya sebagai memilih satu orang dengan orang lain yang tidak
ada bedanya.
g. Derita/kesenangan
Seseorang bisa menaruh perhatian politik dan melibatkan deritanya karena
kegiatan politik itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain
ingin mencapai sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi.
2.4.2
Motif partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan
atau menekan partisipasi politik. Salah satu perangkat faktor itu menyangkut
motif orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini, seperti gaya
partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal sebagai berikut:
a. Sengaja/tak sengaja
Beberapa warga negara
mencari informasi dan berhasrat menjadi berpengetahuan, mempengaruhi suara
legislator, atau mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintahan
b. Rasional/emosional
Orang yang berhasrat
mencapai tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif
untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan di
pandang dari segi pengorbanan dan hasilnya disebut bermotivasi rasional.
c. Kebutuhan
psikologis/sosial
Bahwa kadang-kadang orang
memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka pada objek-objek politik misalnya,
dalam mendukung pemimpin politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk
kepada autoritas, atau ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai
kelas “musuh” politik yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus
dari partai oposisi.
d. Diarahkan dari dalam/dari
luar
Perbedaan
partisipasi politik yang dengan motivasi batiniah dan motivasi sosial untuk
berpartisipasi politik.
e. Berpikir/tanpa berpikir
Setiap orang berbeda dalam
tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan
meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan perkiraaan konsekuensi
tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain.
2.4.3
Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
Partisipasi politik
yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan jenis yang kurang
dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi
partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada umumnya. Konsekuensi
partisipasi seorang dalam politik tersebut memiliki beberapa hal antara lain:
a. Fungsional/disfungsional
Tidak setiap bentuk
partisipasi mengajukan tujuan seseorang. Jika misalnya tujuan seorang warga
negara adalah melaksanakan kewajiban Kewarganegaraan yang dipersepsi,
maka pemberian suara merupakan cara fungsional untuk melakukannya.
b. Sinambung/terputus
Jika partisipasi
politik seseorang membantu meneruskan situasi, program, pemerintah atau keadaan
yang berlaku, maka konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu
kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan mengancam
stabilitas, partisipasi itu terputus.
c. Mendukung/menuntut
Melalui beberapa tipe
tindakan, orang menunjukan dukungan mereka terhadap rezim politik yang ada
dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu
kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan
yang lain mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemeintahan-mengajukan
tuntutan kepada pejabat pemerintahan.
mengajukan petisi kepada
anggota kongres dengan surat, kunjungan, dan tetepon; lobbying atau
menarik kembali dukungan financial dari kampaye kendidat.
Berdasarkan dimensi partisipasi politik di atas, bahwa dalam partisipasi
politik orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara
itu berbeda-beda dalam tiga hal atau dimensi yakni: gaya umum partisipasi,
motif partisipasi yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi
berpartisipasi pada peran seseorang dalam politik
2.5 Pemilu
Pengertian
Pemilu diataranya dalam undang-undang nomor 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum
dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan: a. Bahwa berdasarkan
undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah negara yang
berkedaulatanrakyat; b. Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat dalam rangkakeikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan negar; c. Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan
/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penmyusunan
tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian juga dalam bab I
ketentuan umum pasal 1ayat 1 disebutkan bahwa: "pemilihan umum
adalahsarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negarakesatuan republik
indonesia yang berdasarkan pancasiladan undang-undang 1945. Selanjutnya untuk
mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat yangmelandasi kewenangan dan tindakan pemerintah suatu
negara,yaitu kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah;
kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan
periodik yang bersifat umumdengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan
dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutansuara bebas.
Banyak pengertian mengenai
Pemilu atau pemilihan umum tetapi intinya adalah pemilihan umummerupakan
sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tanganrakyat sehingga pada akhirnya
akan tercipta suatu hubungankekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Memaksimalkan Fungsi Partai Politik
Empat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana : 1.
sarana komunikasi politik, 2. sosialisasi politik (political socialization), 3.
sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan 4. pengatur konflik
(conflict management). Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan
sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (interests
articulation) atau “political interests” yang terdapat atau
kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu
diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan
kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan
kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan
mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting
dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi
dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan
kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari
masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan
sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi
struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam
membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga
negara.
Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara
berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya
peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai
politik saja yang mempunyai tanggung jawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD.
Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam
jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai
tanggung jawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa
peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik
itu sangat lah besar.
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political
recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan
yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan
posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh
rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh
peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan
profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak
bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran
partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan
yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui
prosedur politik pula (political appointment).
Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar
perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan
jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif dan profesional. Di lingkungan
kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Menteri.
Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah
pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang
menduduki jabatan negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya
sederhana, yang menduduki jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam
jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil,
dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan
fungsional.
Jenjang jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas
hirarkinya dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan
struktural tersusun dalam mulai dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon 1.
Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya ditentukan berdasarkan sifat
pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di perguruan
tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di bawahnya adalah guru
besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya, lektor, lektor madya, lektor
muda, dan asisten ahli, asisten ahli madya, asisten. Di bidang-bidang lain,
baik jenjang maupun nomenklatur yang dipakai berbeda-beda tergantung bidang
pekerjaannya.
Untuk pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik
langsung ataupun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini
lah, fungsi partai politik dalam rangka rekruitmen politik (political
recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian jabatan negeri
seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan
melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam
masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas,
nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang
tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung
saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak,
berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui
polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan
altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict
management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation
of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu
melalui saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves
Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi
integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam
kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk
mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
3.2
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2014
Salah satu hal mendasar
menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya motivasi yang beragam dari
para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik
semata dengan mengabaikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat.
Dalam kampanyenya para Caleg akan lebih cenderung mengajak rakyat untuk
memilih dirinya atau tidak memilih. Ini yang saya maksud kampanye yang hanya di
motivasi oleh kepentingan politik. Kondisi akan berbeda jika ada muatan untuk
memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan yang memiliki
tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam
dua hal yaitu memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus
dan melayani seluruh komponen masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat
yang akan di tugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintah.
Secara lebih tegas lagi mengenai pendidikan politik dapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun 2008, yang
menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya
dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain: Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat,
meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam
rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar ini pendidikan rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek Pemilu
yang lebih berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia karena
kurangnya sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, makapendidikan politik ini juga berpotensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi
politik rakyat.
Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan
dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi
tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik
adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program
berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa
fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan (Surbakti,
2002). Salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana
sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi
kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Fungsi partai politik yang perlu di
maksimalkan adalah fungsi sosialisasi. Masyarakat tidak akan mengetahui
bagaimana fungsi tersebut apabila tidak ada sosialisasi kepada mereka dan
sarana sosialisasi yang utama dapat dilakukan melalui pendidikan politik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masyarakat memerlukan pandangan mengenai manfaat dan fungsi partai untuk
kehidupan berbangsa. Pandangan mengenai fungsi partai dapat disampaikan oleh
partai sendiri dengan sarana pendidikan politik ke basis masyarakat. Sasaran
pendidikan pemilihan adalah tumbuhnya partisipasi politik dan inisiatif
masyarakat dalam pemilihan umum. Dengan adanya kesadaran berpolitik dari
pemilihan dapat menstimulus pemilih dan lingkungannya untuk secara aktif
mendaftarkan diri sebagai pemilih. Bahwa pendidikan pemilih tidak semata-mata
menjadi tanggung jawab penyelenggara, tapi pemerintah dan partai politik juga
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melakukan pendidikan pemilih ini.
Pendidikan pemilih pada 2014 harus di kemas sedemikian rupa, lebih komplit
karena perubahan undang-undang politik yang akan menjadi dasar penyelenggaraan
pemilu 2014 diperkirakan menimbulkan kesulitan baru bagi pemilih, terutama cara
pemberian suara. Akhirnya, peluang untuk meminimalisir atau meletakkan jumlah
Golput pada posisi normal dan ideal masih terbuka luas, dengan melakukan
pendidikan politik ke basis rakyat.
4.2 Saran
Saran yang
dapat disampaikan oleh penulis:
· Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan
sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan
sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat.
· Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang
berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat.
· Bagi masyarakat, hendaknya mau dan mampu berpikir terbuka mengenai
manfaat dan fungsi partai bagi kemajuan perpolitikan bangsa.
· Bagi mahasiswa, hendaknya selalu memperbaharui informasi terkait dengan
perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat membantu penyelesaian
masalah yang ada melalui keilmuan yang dimiliki.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam, Prof. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Rahman
Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia, Dalam Perspektif Struktural
Fungsional.
Surabaya:
SIC.
Soemarno.
2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung:Mandar Maju.
Surbakti
Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Syafiie, Inu
Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Syafiie, Inu
Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.
Huntington,
Samuel P, Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.
Jakarta:Rineka Cipta.
Budiardjo,
Miriam. 1981. Partisiipasi dan Partai Politik (Sebuah Bunga Rampai).
Jakarta:PT.Gramedia.
Rahmat,
Jalaludin. 2000. Komunikasi Politik. Bandung:Rosda.
Ramli, MM,
2009. “Meningkatkan Partisipasi Politik Rakyat Dalam Pemilu”. http://beritasore.com/2009/01/27/meningkatkan-partisipasi-politik-rakyat-dalam-pemilu/ diakses pada tanggal 6 Mei 2012,
pkl 10.56 WIB
______,
“Sasaran Kelas Pemilu Capai 4.000 Orang” http://kpu.bantulkab.go.id/index.php?pages=beritalkp&news_id=83 diakses pada tanggal 6 Mei 2012,
pkl 11.20 WIB
Yves Meny and Andrew Knapp, 1998. Government
and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition, Oxford University Press.
Komentar
Posting Komentar